Sunday 20 June 2010

Ijen Trip

Setelah beberapa kali diperbincangkan, akhirnya terealisasi juga perjalanan ke Kawah Ijen.

27 May 2010 yang kebetulan long weekend, saya, Ida, Angie, Hasan, Ratih, Trevor, Justine, Yudi berangkat ke Kawah ijen. Sebagian dari mereka merupakan kawan dari couchsurfing. Awal perjalanan lumayan ‘kacau’. Mobil sewaan seharusnya sampai di kantor saya jam ½ 6, akan tetapi karena sopirnya lupa membawa STNK, maka dia harus kembali ke rumahnya di nusa dua untuk mengambil STNK. Berhubung long weekend, macet panjang terjadi dari Jimbaran-Kuta. Mobil akhirnya diantar ke Renon pukul ½ 9. Rencana untuk berangkat pukul 7an buyar. Pukul 9, team komplit, kita berangkat dari Gatot Subroto.

Pukul 00.00 WITA atau pukul 23.00 WIB, kami sampai gilimanuk. +/- 1 jam, kami sampai di Banyuwangi. Jetlag nih, blah, berasa perjalanan ke eropa . Gantian menyetir, Yudi menggantikan saya yang sudah menyetir +/- 3 jam. Untuk ke arah kawah Ijen, kami disarankan untuk melewati Situbondo. Jalur banyuwangi jalannya terjal, apalagi dalam situasi hujan. Mobil avanza dengan 8 orang penumpang benar-benar diragukan kemampuannya. Saran ini kami dapat dari milis indobackpacker dan bapak-bapak yang kami tanyai saat ngopi di Banyuwangi. Bila melewati Jalur Situbondo, butuh 3 jam perjalanan. Dari Situbondo ke Kawah Ijen, sekitar 3 jam lagi. Mendaki ke Kawah Ijen +/- 2 jam. Untuk meringkaskan 3 jam, kami memutusan melewati Banyuwangi. Nekad !!! 2 jam kemudian, jalanan ke Kawah mulai menanjak, terjal dan licin. Tikungan pertama berhasil. tikungan kedua, semua penumpang harus turun, berhasil. tanjakan ketiga, kami turun dan gagal. mobil nyusruk, tidak kuat mendaki dan ban berputar ditempat. Saya, Trevor, Justine dan Hasan sekuat tenaga mendorong mobil dan Yudi sekuat tenaga mengendalikan mobil. Gagal !!! Panik atas kondisi mobil, kami memutuskan untuk balik arah dan melewati jalur Situbondo. 5 menit perjalanan turun, kami bertemu truk yang menuju Ijen untuk mengangkut sayur mayur. Kami menyapa mereka dan bercerita tentang sulitnya menanjak. Pak Roso, salah satu orang di truk menantang kami : Masak gak bisa? saya aja sering bawa Avanza, Panther, Innova !!! Ini dah deket ke Ijen, kalo kalian ke Situbondo bakal muter jauh”, Ujarnya. Akhirnya dia menawarkan bantuan, Kami bertujuh naik truk sayur berisi kubis, sedangkan Yudi tetap di mobil Avanza !!! It was great...kami berdiri di truk dan terguncang-guncang akibat medan jalan yang sangat tidak bersahabat. Mobil Avanza sempat terperosok lagi, tapi sopir-sopir truk itu memang canggih, 3 orang dari mereka pun menarik mobil. Menarik bukan mendorong !! Pukul 3 WIB sampailah kami di Kaki Gunung Ijen ! Bravo, Pak Roso dan kawan-kawan menghemat 5 jam kami. Kami memberi seratus ribu rupiah kepada mereka, mereka menolak. Kami memaksa mereka untuk menerima karena penghematan waktu 5 jam sangat berharga buat kami, baik dari sisi waktu dan tenaga.

Pukul 4 WIB kami mulai menanjak. Rute ke kawah Ijen tidak terlalu berat, jalannya sudah dibuat ramah terhadap pendaki amatir. Kami tidak perlu khawatir tersesat. hanya perlu menyiapkan tenaga untuk melewati tanjakan-tanjakan. Belum seperelapan menanjak, Ida tampak sudah kehabisan tenaga. kami beristirahat sebentar. Akhirnya kami memutuskan berpencar, group pertama Trevor, Justine, Ratih, Hasan, Angie dan saya. Tak lama kemudian, Trevor, Justine, Hasan meninggalkan Ratih, Angie dan saya. Saya sebenarnya ingin bareng mereka, tapi tidak mau meninggalkan Ratih dan Angie berdua, saya memutuskan mengikuti ritme mereka. Berhenti sejenak memandang bulan purnama yang bersinar penuh, menambah energy untuk tetap menanjak. Pukul 5 WIB kami mendekati kawah, langit mulai agak terang dan jalan mulai landai. Saya meninggalkan Angie dan Ratih, full speed ke Kawah, berusaha menyapa matahari terbit. Pukul 5.30 saya sampai di kawah, matahari terbit ogah muncul dihalangi mendung. Saya sendiri di pinggir kawah, Hasan , Trevor dan Justine entah di sisi mana gunung. Saya berteriak dan sisi gunung menggaungkan teriakan itu, Hasan…san..san…san..san….L
alu ada suara balasan, erik…rik..rik…rik...rik…Entah mereka pada dimana.

Saya seperti anak hilang, duduk menikmati gunung dan kawah sambil menikmati sebungkus craker
poto2 dulu


Di atas gunung, saya bertemu dengan penambang-penambang belerang. Rata-rata mereka mengangkut 80 kilogram sekali jalan dari atas gunung ke bawah. Normalnya mereka 2x mengangkut dalam sehari. satu kilo belerang dihargai Rp. 600. Artinya, untuk sekali jalan mereka dibayar Rp. 48,000. Rp. 48,000 untuk beban berat dan medan terjal. Mereka bekerja untuk sebuah institusi penambangan, saya tidak yakin institusi mereka menyediakan asuransi untuk pekerjaan beresiko itu. Menyedihkan.
sulfur miner


Pukul 7.30, Ida dan Yudhi muncul. alon alon asal kelako, ya ya Bu Ida? saat itu saya sadar, semua udah terpencar. Yudhi langsung turun ke crater, saya dan Ida memutuskan turun. Kaki, betis, badan saya sudah mau rontok akibat kurang istirahat. Saya dan Ida berjalan santai sekali ditengah hujan.

Pukul 11an, saya dan Ida sampai di kaki gunung. Sepuluh pisang goreng ternikmat di dunia + indomie terenak sejawa timur berpindah ke tempat ke lambung saya. Setelah makan, kami lanjut ke air terjun. Saya memutuskan tinggal di mobil dan tidur sejenak, sakit kepala muncul tak tertahankan. setelah air terjun, kami ke pemandian air panas yang mengandung belerang. Tempatnya tida terurus, kolamnya berukuran 4x4 meter dan terlihat jorok. tapi karena badan pegal dan sakit kepala, saya merendamkan diri sejenak. Sakit kepala saya hilang dan badan sedikit enteng

TTL, tiba-tiba-lapar, di kabupaten kecil bernama Sempol (daerah tanpa sinyal henpon), kami mampir di warung kecil. Pecel + mie mendarat sukses di perut. setelah kenyang, perjalanan menuju Bali pun dilanjutkan….

No comments:

Post a Comment